Jumat, 15 Juni 2012

Harga Karet dan Kelapa Sawit di Paluta Turun Tajam

 
Paluta, (Analisa). Sejumlah petani karet di wilayah Gunungtua, Kecamatan Padang Bolak dan sekitarnya, Kabupaten Padanglawas Utara beberapa bulan terakhir ini, resah lantaran harga getah karet turun tajam dari Rp15.000 per kilogram menjadi Rp 7.000 per kilogram.
Begitu juga dengan harga tanda buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat penampung turun drastis dari Rp 1.600 menjadi Rp 1.070 perkilogram.

Salah seorang petani, Aris (27) warga Gunungtua, Kamis (14/6) kepada Analisa, mengaku, harga getah karet beberapa pekan terakhir turun sebesar Rp 8.000 per kg. " Mau bilang apa, harga turun hingga kisaran Rp 7.000 per kg, akibat turunnya harga karet petani merugi jutaan rupiah per hektar," katanya.

Untuk menyiasati kerugian lebih besar ini, lanjutnya petani memilih tidak menjual karetnya dan menyimpannya di kolong rumah atau di belakang rumah hingga kondisi harga normal.

"Menyimpan bagi yang memiliki modal untuk keperluan rumah tangga, tetapi bagi yang tidak memiliki simpanan, mereka tetap menjual dengan harga murah," ungkapnya.

Senada diungkapkan, Ishak Harahap (39). Menurutnya, anjloknya harga jual getah karet ini terjadi diluar dugaannya, sehingga pendapatan masyarakat yang memiliki lahan tanaman karet berkurang di luar hari biasanya.

"Pengaruh harga karet ini banyak dirasakan para petani, Namun sebahagian petani banyak yang menahannya, namun tetap ada juga sebahagian menjualnya, karena alasan untuk kebutuhan sehari-hari," ucapnya.

Menurutnya, meskipun harga getah karet anjlok, sebagian besar petani karet terus menjalankan aktivitas menyadap karet. Pasalnya, menyadap karet adalah mata pencaharian sebagian besar warga desa setempat.

"Petani karet mulai malas menderes, begitu juga tukang deres sudah banyak yang tidak mau bekerja sebagai penderes. Sebab, hasil menderes tidak mampu lagi untuk menopang kehidupan rumah tangga, apalagi dalam sistem upah dengan memakai sistem bagi hasil," terangnya.

Keduanya berharap harga getah karet dan harga sawit tidak sampai anjlok lagi, karena sebagian besar masyarakat sangat bergantung dengan kebun karet. Kalau harga anjlok tentu saja sangat merugikan petani.

Ditempat terpisah, salah seorang pengumpul getah karet, Saharlutan. Ia berpendapat merosotnya harga karet di Paluta, diakibatkan karena harga di pasar dunia menurun, sehingga diikuti pula penurunan harganya di dalam negeri.

" Kalau kita pengumpul ini sifatnya mengumpulkan, kalau harga karet dunia merosot, berimbas pula ke dalam negeri," jelasnya. (ong)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar